jatimekspose.com, Sumenep – Industri rokok tanah air sedang tidak baik-baik saja. Gudang Garam, salah satu raksasa industri rokok nasional, disebut-sebut mulai megap-megap, Rabu (4/6/2025).
Tak sendiri, sejumlah pabrik besar lain juga bernasib serupa. Dua momok utama jadi penyebab: mahalnya pita cukai dan ganasnya peredaran rokok ilegal di hampir seluruh pelosok Indonesia.
Rokok ilegal kini nyaris jadi industri rumahan. Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Sulawesi, NTB, Aceh, Bali—nyaris tak ada provinsi yang luput. Produksi tanpa cukai makin liar, peredarannya pun tak terbendung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau negara terus diam, jangan salahkan nanti kalau satu per satu pabrik besar tutup. PHK besar-besaran tinggal tunggu waktu,” ungkap Ketua Gugus Anti Korupsi Indonesia (GAKI), Farid Azziyadi
Kondisi ini diperparah oleh kebijakan pusat yang terus menaikkan tarif cukai hingga 10 persen. Akibatnya, harga rokok legal melambung. Masyarakat yang tercekik, beralih ke rokok ilegal yang lebih murah meski tak jelas kandungan dan keamanannya.
Ironisnya, justru pabrik-pabrik besar yang selama ini menyumbang pendapatan negara triliunan rupiah malah jadi korban.
“Harapan kami jelas, jangan ada lagi kenaikan cukai. Bahkan kalau bisa, tarif 10 persen itu diturunkan. Ini bukan soal industri saja, tapi soal penyelamatan ekonomi dan tenaga kerja,” imbuhnya.
Pihak yang paling bertanggung jawab, menurutnya, adalah Bea Cukai. Lembaga ini seharusnya jadi garda terdepan memberantas rokok ilegal.
“Polisinya rokok ilegal itu ya Bea Cukai. Tapi kok seperti mandul. Dirjen Bea Cukai pusat dan korwil termasuk yang di Madura, harus serius, jangan setengah hati. Ini soal kerugian negara yang tiap tahun bisa tembus triliunan,” tegasnya lantang.
Kini, saatnya pemerintah membuktikan keberpihakan. Kalau tidak, jangan kaget kalau dalam beberapa tahun ke depan, hanya rokok ilegal yang bertahan di negeri ini.